Akan tetapi kita tak boleh salah menterjemahkan bahwa hal yang
demikian akan merubah keadaan menjadi tidak ada lagi orang mempunyai kesenangan
ngebreak, karena menggunakan gadget
dan ngebreak adalah dua hal yang jauh berbeda dengan sensasi yang masing-masing
berbeda pula.
Bahwa saking banyaknya breaker
yang mengudara menjadikan frekuensi terasa sangat penuh oleh para breaker baik
yang legal maupun yang ilegal. Pemanfaatan frekuensi semakin
terasa kurang terkendali sehingga kita tidak usah heran apa bila menjumpai
adanya satu frekuensi kerja yang digunakan oleh beberapa Stasiun Organisasi dan
beberapa paguyuban ( baca : komunitas ) secara bersama-sama.
Salah satu ketentuan International
Telecomunication Union/ITU : kita berkewajiban memahami dan mematuhi bahwa
penggunaan spektrum frekuensi untuk kegiatan telekomunikasi yang menggunakan
gelombang radio terikat pada prinsip yang diakui secara internasional yaitu : Prinsip tidak saling mengganggu dan sesuai
peruntukannya.
Sebagai ilustrasi dari uraian di atas : Adalah Frekuensi Kerja
RAPI Wilayah 20 Kabupaten Sukoharjo pada 143.500 MHz yang juga digunakan
sebagai Frekuensi Kerja RAPI Wilayah 33 Kabupaten Banjarnegara, selain itu
frekuensi tersebut juga digunakan oleh breaker
dari Provinsi tetangga. Sementara itu RAPI Kecamatan dari Provinsi tetangga
yang lain juga ikut meramaikan frekuensi tersebut bahkan dipasang repeater dengan
power output yang besar sehingga semakin parah gangguan terhadap Frekuensi
Kerja RAPI Wilayah 20 Kabupaten Sukoharjo.
Oleh karenanya tidak berlebihan apabila kita berusaha mencari
solusi untuk permasalahan tersebut, ini hanya sekedar berbagi pengalaman saja,
untuk dapat tetap berkomunikasi pada frekuensi yang penuh dengan gangguan spletter, sebagai contoh frekuensi 143.500
MHz kita terpaksa harus menggunakan 2 ( dua ) set radio komunikasi dengan
spesifikasi yang berbeda namun pada ferkuensi yang sama. Uraiannya seperti ini
: Kita memancar ( TX = Transmit ) menggunakan satu set radio komunikasi yang pertama
dengan menutup volume suara ( Mute) dengan spesifikasi : Power lebih besar dari
radio yang kedua, antenna lebih tinggi standar base station minimal 10 meter, sementara untuk menerima ( RX =
Reaceve ) kita menggunakan radio komunikasi yang kedua dengan tanpa power pun
jadi karena hanya sebagai monitor,
dengan antenna yang rendah saja atau bahkan cukup dengan antenna larsen, dengan volume disesuaian dengan
pendengaran kita. Jadi pada prinsipnya kita memancar dengan radio pertama dan
me-monitor dengan radio kedua. Untuk lebih clear
lagi diusahakan untuk radio kedua menggunakan radio jadoel seperti Icom IC 2N pokoknya
radio dengan komponen belum mikro agar penerimaan tidak terlalu peka ( bahasa Jawa : grapyak ).
Keuntungan dari cara tersebut kita dapat mengurangi gangguan
spletter, akan lebih baik lagi apabila frekuensi kerja tersebut menggunakan
fasilitas repeater. Sedangkan
kelemahannya kita hanya dapat menerima
signal kuat yang dipancarkan oleh repeater
atau base station karena antenna yang digunakan sangat rendah.
Selamat mencoba.
Semoga bermanfaat.
Ditulis oleh : Mas Sant
Tosa/JZ11PMB
No comments:
Post a Comment